Sabtu, 09 Februari 2008

TANTANGAN EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI 2008

TANTANGAN EKONOMI INDONESIA MENGHADAPI GLOBALISASI EKONOMI 2008

Pemulihan ekonomi Indonesia setelah lepas dari krisis ekonomi tahun 2007, ekonomi Indonesia sudah mulai bergerak mengarah kemajuan. Kemajuan tersebut terlihat kinerja makro ekonomi Indonesia 2007 seperti pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran dan cadangan devisa. Perbaikan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan ekspor yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan peningkatan aliran modal spekulatif (Mari Pangestu, 2008), Tetapi pergerakan tersebut masih dibayangi permasalahan yang timbul akibat masalah globalisasi ekonomi misalnya lemahnya dolar AS, dan Indonesia tidak akan lepas dari siklus ekonomi tersebut. Pelemahan dolar AS dan gejolak pasar uang diperkirakan kembali menjadi kendala pertumbuhan ekonomi global termasuk ekonomi Indonesia tahun ini. Beberapa risiko tersebut akan menurunkan pendapatan ekspor dan masuknya modal bagi negara berkembang ke dalam negeri. Selain itu, juga mengurangi nilai dolar AS yang diinvestasikan di luar negeri. Secara spesifik, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan di Asia Pasifik dan Timur akan melambat dalam dua tahun kedepan. Jika tahun 2008 hanya 9,7 persen, tahun 2009 turun menjadi 9,6 persen. Angka ini melambat dibanding tahun 2007 yang 10 persen, dengan pertumbuhan tercepat adalah China yang mencapai 11 persen. Pemerintah tengah mempersiapkan langkah pengamanan APBN 2008 dan menjaga stabilitas perekonomian Indonesia dari krisis di AS tersebut. Oleh karena itu Indonesia langkah-langkah startegis dan cepat dalam menghadapi resiko yang terjadi di belahan ekonomi dunia itu, maka Anton Gunawan (2008), Ada empat masalah serius yang dihadapi siklus ekonomi Indonesia ditahun 2008, yaitu: Masalah pertama, adalah terjadinya tekanan inflasi yang lebih tinggi, disebabkan terbatasnya suplai, tingginya harga kebutuhan pokok dan harga energi, seperti gas, minyak dan energi lainnya. Hal ini dibuktikan kenaikan harga BBM yang tidak bersubsidi akan membawa dampak negatif terhadap kinerja sektor manufaktur yang tumbuh hanya 7% dibandingkan dengan pertumbuhan pada masa sebelum krisis ekonomi. Masalah kedua, adalah turunnya produksi minyak dan ditambah dengan meningkatnya kebutuhan BBM bersubsidi. Kedua hal ini akan memperberat posisi fiscal pemerintah. Masalah ketiga, adalah krisis listrik yang serius, yang sama halnya krisis listrik tahun 2007. Krisis ini terjadi akibat lambatnya pembangunan pembangkit listrik baru yang diperkirakan sebagian besar baru akan siap pada tahun 2010. Kendala keempat, lemahnya nilai nominal mata uang, namun terjadi penguatan pada nilai rillnya seiring dengan membaiknya aktifitas ekonomi dan tingginya harga minyak di tahun depan. Masalah dan kendala diatas akan berdampak kepada memburuknya posisi fiskal sebagai akibat daripada langkah yang diambil pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi dan harga listrik. Ini akan berkibat kepada naiknya inflasi dan Importing Inflation akibat kenaikan harga-harga komoditas di pasar dunia dan menuju kebijaksaan finansial yang ketat sehingga akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Dampak yang lebih besar terutama di sektor finansial seperti halnya tahun 2007 dimana terjadinya tight money policy, sehingga ekspor kita pada masa itu akan mengalami kendala. Oleh karena itu perlu Indonesia untuk lebih menfokuskan kepada fiskal stimulus. Kalau faktor pertumbuhan dari ekspor akan turun, maka kita konsentrasi sumber pertumbuhan ke dalam negeri dan mendorong dorong realisasi investasi. Untuk itu perlu langkah untuk menguasai investasi dan ekspor, dan mengurangi ketergantungan pada impor. Disamping itu bank sentral dalam hal ini bank Indonesia mengambil langkah kebijaksanaan moneter yang ketat, dan kepastian hukum yang selalu menghantui stabilitas dan sector finansial. Hal ini karena berkaitan dengan kondisi 'serius' menyusul pelemahan ekonomi AS. Seluruh dunia diprediksi takkan luput dari dampak pelemahan ekonomi AS. Tetapi, negara-negara berkembang masih memiliki pertumbuhan yang kuat dan bisa menggerakkan pertumbuhan dunia. Namun demiikian perekonomian negara berkembang pasti akan terkena dampaknya, sehingga melemahkan pertumbuhan ekonomi.

Tidak ada komentar: